Wanita
dalam Pandangan Yahudi
Untuk
mengetahui kedudukan perempuan dalam pandangan Yahudi, kita dapat merujuk dalam
kitab suci mereka, seperti Taurat ataupun Talmud (kitab suci kedua dari
Taurat). Dalam Taurat yang beredar ini di sebutkan, “perempuan lebih pahit dari
kematian, dia tidak akan sampai pada kesempurnaan, dan dia tercipta dari tulang
rusuk Nabi Adam”. Begitu pula dalam Talmud disebutkan, “Seorang suami dapat
mencerai istrinya dikarenakan tidak mampu mengatur rumah tangga ataupun ada
perempuan lain yang lebih cantik”.
Yahudi
adalah salah satu agama yang jika tidak disebukan sebagai yang pertama tercatat
sebagai agama monoteis, dan salah satu agama tertua dan masih ada sampai
sekarang. Nilai-nilai dan sejarah umat Yahudi adalah bagian utama dari agama
Ibrahim lainnnya, seperti Kristen dan Islam. Dalam konteks agama samawi,
sejarah tentang kehidupan dan peran wanita telah tertuang dalam dalam kitab
perjanjian lama menempatkan wanita sebagai sumber utama dari kesalahan. Hal itu
dikisahkan dalam bentuk cerita kisah-kisah yang diyakini kebenarannya.
Menurut
bangsa Yahudi, wanita adalah mahluk yang rendah dan hina. Martabat wanita sama
dengan pembantu. Ayah berhak menjual anak perempuan yang tidak mempunyai
saudara laki-laki. Bagi mereka, wanita ibarat barang tak berharga yang dapat di
beli di pasar-pasar, yang dikekang hak-haknya, serta terhalang untuk
mendapatkan warisan apabila orang tuanya meninggalkan harta. Adapun apabila
seorang ayah meninggalkan barang tetap (semisal rumah atau tanah), maka
diberikan kepadanya. Namun, apabila meninggalkan harta, sama sekali wanita
tidak memiliki hak nafkah dan mahar, termasuk dari jenis emas dan perak.
Apabila
ahli waris yang lain tidak ada, kecuali wanita, dan tidak memiliki saudara
laki-laki, maka tidak boleh bagi wanita tersebut
menikah dengan suku lain. Dan, mereka tidak boleh menyalurkan warisan tersebut
kepada orang diluar suku mereka. Mereka menganggap bahwa bagi laki-laki, wanita
adalah satu pintu dari pintu Jahannam. Sebab, wanita di tuduh telah
menggerakkan dan membawa mereka kepada dosa. Dari wanita itulah, terpencar mata
air musibah yang menimpa manusia seluruhnya. Mereka berkeyakinan bahwa wanita
adalah laknat karena telah menggoda Adam.
Manakala
sedang haid, para wanita tidak boleh duduk, makan-makan, dan menyentuh bejana
karena dianggap najis. Mereka dilarang memasuki rumah, serta di sediakan tempat
khusus lengkap dengan roti dan air di hadapan mereka. Mereka tetap di tempat
tersebut hingga kembali suci.
Dikalangan
mereka, perzinaan dan dosa telah lazim dilakukan dengan mengatasnamakan
kebebasan. Maka, wanita menjdi pelacur, dan mereka menempatkan perzinaan sebagai
bentuk upacara suci. Dengan menyetubuhi wanit, seseorang berarti telah
melakukan ibadah. Bahkan, mereka menjadikan zina sebagai bentuk
taqarrub/mendekatkan diri kepada Tuhan mereka.
Kita
dapatkan pula bahwa pendeta dikalangan mereka mirip dengan pezina yang
memperbolehkan oleh penganut Yahudi untuk melakukan zina. Dan, dikatakan dalam
kitab mereka yang diselewengkan bahwa Allah mengharamkan orang Yahudi
bersetubuh dengan kerabatnya, sedangkan dengan wanita lain diperbolehkan.
This is dummy text. It is not meant to be read. Accordingly, it is difficult to figure out when to end it. But then, this is dummy text. It is not meant to be read. Period.