Wanita dalam Pandangan Bangsa Arab pada Zaman Jahiliah
Umumnya, kehidupan beragama di
kawasan Arab pada zaman Jahiliah bertumpu pada penyembahan berhala. Sebagian
kecil dari mereka adalah penganut agama Zoroaster (Majusi), dan di
daerah-daerah tertentu terdapat juga penganut Kristen dan Yahudi.
Pada zaman Jahiliah, wanita sama
sekali tidak mendapatkan tempat dalam kehidupan sosial. Bahkan, jika anak
perempuan lahir, maka anak tersebut harus di kubur hidup-hidup. Sebab, dalam
pandangan masyarakat pada waktu itu, wanita hanya akan membuat aib. Di sisi
lain wanita dipandang tidak ubahnya seperti binatang ternak yang tergantung
pada kemauan penembala. Mereka ibarat budakpiaraan yang harus menuruti kemauan
tuannya.
Paada zaman itu, wanita tidak
mendapat bagian waris dari suami, atau angota keluarga yang lain. Dalam keadaan
seperti ini, bagaimanakah wanita diperlukan pada masa tersebut? Bagaimana
starus sosial wanita tersebut menurut orang-orang Jahiliah? Sebagaimana
dikatakan oleh Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Riwayah bahwa sesungguhnya
status sosial wanita menurut bangsa Arab sebelu islam sangatlah rendah.
Pada waktu itu, posisi wanita
sangat rendah, terpuruk, lemah, hina, dan bahkan terkadang sangat jauh dari
martabat kemanusiaan. Hak-hak mereka diberangus, meskipun hanya sekedar untuk
menyampaika ide dalam urusan hidupnya. Tidak ada hak waris baginya, selama dia
sebagai seorang wanita. Sebab, adat yang berlaku diantara mereka adalah prinsip
“Tidak bisa mewarisi, kecuali orang yang menghunus pedang dan yang melindungi
gadis”. Wanita tidak memiliki hak untuk melakukan protes atau ikut
bermusyawarah dalam urusan suami. Dan, adat bangsa Jahiliah yan paling buruk
adalah mengubur hidup-hidup bayi perempuan.
Sember autentik yang bisa kita
jadikan rujukan untuk mengetahui keadaan wanita secara lebih jelas pada masa
Jahiliah adalah al Qur’an, yang dengan gamblang menyebutkan pembunuhan bayi
perempuan sebagai sebuah praktik yang
umum dikalangan Arab pada masa Nabi Muhammad Saw. Bahkan, al Qur’an akan
mengambil pertanggungjawaban pada hari pengadilan, sebagaimana dapat disinyalir
dalam firman Allah Swt.:
وَإِذَا ٱلۡمَوۡءُۥدَةُ
سُئِلَتۡ ٨ بِأَيِّ ذَنۢبٖ قُتِلَتۡ ٩
“Dan
apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya. Karena dosa
apakah dia dibunuh?” (Qs. at Takwiir : {81}: 8-9).
Pembunuhan
atas anak perempuan ini disebut Wa’d. Wa’d merupakan salahsatu bentuk dari
dekadensi moral yang terjadi di Arab pada zamam Jahiliah. Kalau disampaikan
pada mereka perihal kelahiran anak perempuan mereka, maka wajah mereka merah
karena marah. Hal ini digambarkan dalam al Qur’an sebagaimana ayat berikut:
وَإِذَا
بُشِّرَ أَحَدُهُم بِٱلۡأُنثَىٰ ظَلَّ وَجۡهُهُۥ مُسۡوَدّٗا وَهُوَ كَظِيمٞ ٥٨
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi
kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan
dia sangat marah”. (QS. an Nahl {16}: 58)
Dalam
sebab itu, Allah Swt. berfirman pula dalam ayat yang lain:
يَتَوَٰرَىٰ
مِنَ ٱلۡقَوۡمِ مِن سُوٓءِ مَا بُشِّرَ بِهِۦٓۚ أَيُمۡسِكُهُۥ عَلَىٰ هُونٍ أَمۡ
يَدُسُّهُۥ فِي ٱلتُّرَابِۗ أَلَا سَآءَ مَا يَحۡكُمُونَ ٥٩
“Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak,
disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan
memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam
tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan
itu”. (QS. an Nahl {16}: 59)
Itulah
posisi atau kedudukan wanita pada masa Jahiliah. Wanita dipandang tidak lebih
dari hewan, sehingga harus dibunuh karena merugikan. Wanita dipandang sebagai
hal yang memalukan dan mendatangkan aib.
This is dummy text. It is not meant to be read. Accordingly, it is difficult to figure out when to end it. But then, this is dummy text. It is not meant to be read. Period.