Wanita
dalam Pandangan Bangsa Yunani
Masyarakat
Yunani yang terkenal dengan pemikiran-pemikiran filsafatnya, tidak banyak
membicarakan tentang hak dan kewajiban wanita. Dikalangan elite mereka, wanita
ditempatkan (lebih tepatnya desekap) dalam istana-istana. Sedangkan dikalangan
bawah, nasib wanita sangat menyedihkan. Mereka yang masih hidup sendiri
diperjual belikan, sedangkan yang sudah rumah tangga sepenuhnya berada dibawah
kekuasaan suami. Mereka tidak memiliki hak-hak sipil, bahkan hak waris pun
tidak ada.
Pada
masa itu,kondisi wanita sudah sampai di puncak kehinaan. Di tengah masyarakat
tidak memiliki kedudukan atau status yang mulia. Bahkan, ada keyakinan bahwa
wanita adalah penyebab segala penderitaan dan musibah yang menimpa manusia.
Sehingga, wanita dipandang sebagai mahluk paling rendah derajatnya. Kondisi
mereka yang berada dalam puncak kehinaan, kerendahan, dan kehilangan martabt
tersebut menyebabkan mereka tidak berhak duduk di meja makan sebagaimana
laki-laki. Terlebih, manakala ada tamu asing, maka kedudukan wanita adalah
sebagai budak dan pelayan.
Keadaan
kaum wanita pada masa itu memang sangatlah memprihatinkan. Mereka berada dalam
tingkat kemundurandalam segi kehidupan, sehingga tidak memiliki kedudukan
sedikitpun di tengah-tengah masyarakat. Namun, pada generasi berikutnya, terjadi
perubahan akibat arus syahwat, perangai kebinatangan, dan hawa nafsu mereka
yang memberi kebebasan kepada kaum wanita dalam urusan yang hanya terbatas
seks. Akibanya, kaum wanita sebagai pelacur menempati posisi yang tinggi.
Mereka menjadi pusat yang dikelilingi oleh segala aktivitas masyarakt Yunani,
bahkan mereka juga mereka juga membuat hikayat-hikayat untuk pelacur.
Dari
adanya penomena itulah, kemudian kaum Yunani menjadikan Dewa Kupid sebgai
Tuhan. Menurut mereka, kupid adalah dewa cinta, yang merupakan anak hasil dari
hubungan dewi dengan tiga dewa. Padahal, sebenarnya, dia hanya memiliki satu
suami. Dewi itu berhubungan dengan laki-laki dari kalangan manusia, sehingga
lahirlah kupid yang mereka anggap sebagai dewa cinta. Maka, pada umumnya,
penduduk Yunani memandang bahwa ikatan suami istri itu bukanlah penting dan
bukan pula suatu kehormatan.
Dalam
perundang-undangan Yunani, sebagaimana ditulis Dymosten, terdapat undang-undang
yang berbunyi: kami menjadikan wanita pelacur untuk bersenang-senang,
menjadikan teman wanita (pacar) untuk kesehatan fisik kami, menjadikan
istri-istri kami agar kami memiliki anak yang legal. Oleh karena itulah,
seorang wanita menjadi murah dan mudah untuk dinikmati oleh masyarakat di sana.
Bahkan, mereka mampu memilih laki-laki yang hendak menggauli mereka secara
terang-terangan tanpa ikatan pernikahan. Begitulah, sejarah menjadi saksi bahwa
Yunani telah jatuh kewibawaannya disebabkan oleh kemerosotan tersebut, dan
tidak peenah bangkit lagi sejak peristiwa tersebut.
This is dummy text. It is not meant to be read. Accordingly, it is difficult to figure out when to end it. But then, this is dummy text. It is not meant to be read. Period.