Wanita
dalam Pandangan Nasrani
Agama Nasrani datang ke Eropa berupaya
mengatasi kekacauan yang telah meluas di masyarakat Barat ketika itu, yaitu
kekacauan etika dan kemungkaran yang membuat kita miris. Padahal, hewan yang
lebih rendah saja jauh dari hal itu. Mereka menetapkan teori-teori yang
diyakini sebagai obat penyembuh terhadap segala marabahaya, namun kenyataanya
justru malah sebaliknya. Diantara teori-teori mereka adalah menganggap wanita
sebagai sumber kemaksiatan, kejelekan, dan kejahatan. Wanita, bagi kaum
laki-laki adalah salah satu pintu Jahannam. Oleh karena itu, wanita menjadi
sumber gerakan dalam berbuat dosa.
Sebuah
sumber memperkuat tesis tersebut dengan mengatakan bahwa dalam pandangan
pemuka/pengamat Nasrani di temukan bahwa wanita adalah senjata iblis untuk
menyesatkan manusia. Pada abad ke-5 Masehi diselenggarakan konsili yang
membicarakan apakah wanita mempunyai ruh atau tidak. Akhirnya, musyawarah
tersebut mengahasilkan sebuah kesimpulan bahwa wanita wanita tidak mempunyai
ruh yang suci. Bahkan, pada abad ke-6 Masehi, diselenggarakan suatu pertemuan
untuk membahas apakah wanita adalah manusia atau bukan.
Dari
pembahasan itu di simpulkan bahwa wanita adalah manusia yang di ciptakan
semata-mata untuk melayani laki-laki. Sepanjan abad pertengahan, nasib wanita
tetap memprihatinkan. Bahkan, sampai tahun 1805, undang-undang inggris mengakui
hak suami untuk menjual istrinya. Sampai tahun 1882, wanita Inggris belum juga
memiliki hak kepemilikan harta benda secara penuh, dan hak menuntut ke
pengadilan.
Sebagaimana
dikatakan dalam sebuah sumber, bahwa sebenarnya kaum Nasrani dengan perjanjian
baru sebagai kitab suci yang mereka yakini keberadaannya, memosisikan wanita
sesuai dengan penjelasan yang terdapat dalam perjanjian lama. Mereka meyakini
bahwa wanita merupakan penyebab utama menjauhnya kaum Adam atau laki-laki dari
tuhan. Mereka menetapkan bahwa jalan satu-satunya menuju kedekatan kepada sang
pencipta adalah menjauhkan diri dari wanita. Kaum Nasrani juga melarang wanita
untuk mengangkat suara di dalam Gereja, karena suara wanita adalah penyebab
atau sumber fitnah bagi mereka.
Secara
garis besar, perlakuan Nasrani atas kaum wanita tidak jauh berbeda dengan yang
telah dilakukan oleh umat sebelumnya, Yahudi. Nasrani menjadikan wanita
sebbagai orang kedua yang di tempatkan dibawah kekuasaan laki-laki.
This is dummy text. It is not meant to be read. Accordingly, it is difficult to figure out when to end it. But then, this is dummy text. It is not meant to be read. Period.